Tuesday, November 1, 2016

Komunikasi Sosial | Pernyataan Eksistensi Diri

Pernyataan Eksistensi Diri
Orang berkomunikasi untuk menunjukkan dirinya eksis. inilah yang disebut aktualisasi diri atau lebih tepat lagi pernyataan eksistensi diri. Bila kita berdiam diri maka orang lain akan memperlakukan kita seolah olah kita tidak eksis, namun ketika kita berbicara kita sebenarnya menyatakan bahwa kita ada. pengamatan sederhana atas anak-anak balita yang sedang bermain dengan teman sebayanya di lingkungan kita dengan mudah menunjukkan kepada kita "fenomena seorang anak yang berbicara sendirian" untuk menunjukkan bahwa dirinya eksis meskipun teman-temannya itu asyik dengan diri dan mainan mereka masing-masing. Ketika anak-anak lain pergi ia pun berhenti berbicara sendirian dan ia pun mulai berbicara sendirian lagi ketika teman-temannya itu berada di dekatnya.

Pengamatan juga menunjukkan bahwa bila seorang anggota kelompok diskusi tidak berbicara sama sekali dan memilih tetap diam, orang lain akan menganggap si pendiam itu tidak ada sama sekali. Anggota lain tidak meminta si pendiam itu untuk memberi komentar atau berbicara kepadanya. Dan bila si pendiam serta merta memutuskan untuk berbicara, anggota lain sering bereaksi seolah-olah si pendiam itu mengganggunya. Mereka memperhatikannya sedikit saja dan mereka mengharapkan si pendiam itu tidak berbicara. Respon kelompok ini mungkin tidak akan terjadi bila sejak awal si pendiam membuat komentar dalam diskusi dan sekadar menunggu giliran untuk berbicara lagi.

Fungsi komunikasi sebagai Ekstensi diri sering terlihat pada uraian penanya dalam seminar meskipun penanya sudah diperingatkan moderator untuk berbicara singkat dan langsung ke pokok masalah. penanya itu sering berbicara panjang lebar dengan argumen-argumen yang sering tidak relevan. Eksitensi diri juga sering dinyatakan oleh para anggota DPR dalam sidang mereka yang bertele-tele karena merasa dirinya paling benar dan paling penting, setiap orang ingin berbicara dan di dengarkan.

Melalui komunikasi dengan orang lain kita dapat memenuhi kebutuhan emosional dan intelektual kita dengan memupuk hubungan yang hangat dengan orang-orang disekitar kita. Tanpa pengasuhan dan pendidikan yang wajar manusia akan mengalami kemerosotan emosional dan intelektual. kebutuhan itu pertama-tama kita peroleh dari keluarga kita, lalu dari orang-orang dekat di sekeliling kita seperti kerabat dan kawan-kawan sebaya dan barulah dari masyrakata umumnya, termasuk sekolah dan media massa seperti surat kabar dan televisi.

Orang yang tidak memperoleh kasih sayang dan kehangatan dari orang-orang di sekelilingnya cenderung agresif yang kemudian agresivitas ini melahirkan kekerasan terhadap orang lain. 

Stewart menunjukkan bahwa orang yang terkucil secara sosial cenderung lebih cepat mati, selain itu kemampuan berkomunikasi yang buruk ternyata mempunyai andil dalam penyakit jantung koroner, dan kemungkinan terjadinya kematian naik pada orang yang ditinggalkan mati oleh pasangan hidupnya. Di australia menunjukkan bahwa pria maupun wanita yang menikah hidup lebih lama daripada yang tidak menikah atau yang bercerai. Namun kaum pria lebih di untungkan  karena pria berusia 20-69 tahun yang tidak menikah angka kematiannya dua sampai empat kali lebih banyak daripada pria yang menikah.

Tahun 1957 J D French melaporkan temuan penelitian yang menunjukkan bahwa kelangkaan ransangan emosional dan sensoris menimbulkan kemunduran pada struktur otak manusia yang pada gilirannya mengakibatkan kekurangan gizi dan akhirnya dapat berujung pada kematian. Sementara itu Eric Berne mengembangkan suatu teori hubungan sosial yang ia sebut "Transaktional Analysis" tahun 1961. teorinya berdasarkan hasil penelitian mengenai keterlantaran indrawi yang menunjukkan bahwa bayi-bayi yang kekurangan belaian dan hubungan manusiawi yang normal menunjukkan tnda-tanda kemerosotan fisik dan mental yang bisa berakibat fatal. Ia menyimpulkan bahwa sentuhan emosional indrawi itu penting bagi kelangsungan hidup manusia, ia juga menyimpulkan teorinya dengan ungkapan "Jika engkau tidak mendapatkan belaian, urat saraf tulang belakangmu akan layu".

Kaitan erat antara komunikasi yang manusiawi dengan harapan hidup diperteguh oleh penelitian mutakhir yang dilakukan Michael Babyak dari Universitas Duke dan beberapa kawannya dari Universitas lain di Amerika Serikat. Melalui penelitian yang mengambil 750 orang kulit putih  dari kelas menengah sampai sampel  dan memakan waktu 22 tahun, Babyak dan rekan-rekannya menemukan bahwa orang-orang yang memusuhi orang lain, mendominasi pembicaraan, dan tidak suka berteman, berpeluang 60% lebih tinggi menemui kematian pada usia dini dibandingkan dengan orang-orang yang berperilaku sebaliknya; ramah, suka berteman dan berbicara tenang. Sebuah tim penelitian di rumah sakit Amerika Serikat menemukan bahwa orang yang gampang marah menyimpan perasaan bermusuhan, suka bersikap sinis, agresif berkaitan erat dengan peningkatan kematian akibat penyakit infark jantung.

Tidak sulit menduga bahwa watak tertentu menimbulkan respons tubuh tertentu pula, misalnya kita melihat reaksi tubuh bagian luar orang yang sedang marah; muka merah, mata melotot dan berwarna merah, tubuh gemetar, berkeringat, dan sebagainya. Dalam konteks ini Babyak dan rekan-rekannya menduga bahwa orang-orang dari golongan pertama tadi secara kronis lebih cepat dibangkitkan dan terkena stress. Hal itu membuat mereka menghasilkan lebih banyak hormone stress yang merugikan dan lebih beresiko terkena penyakit jantung. Semua hasil penetian tersebut sebenarnya memperkuat ucapan sang ilmuan sejati pada 14 abad yang lalu, bahwa “silaturahmi memperpanjang usia dan memperluas rezeki” (sang ilmuan sejati Nabi Muhammad SAW).
  • Blogger Comments
  • Facebook Comments

0 comments:

Post a Comment

Item Reviewed: Komunikasi Sosial | Pernyataan Eksistensi Diri Rating: 5 Reviewed By: Admin
Scroll to Top